Etika Bisnis Ekonomi Islam

BAB II
ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

A. KONSEP DASAR ETIKA BISNIS ISLAM
1. DEFINISI
1.1. Definisi Etika
Secara etimologi, Etika berasal dari bahasa Yunani (ethikos), dengan arti :
a. Sebagai analisis konsep-konsep terhadap aturan benar atau salah.
b. Aplikasi kedalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, dengan bertanggung jawab penuh.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian juga, yaitu :
a. Pengertian dari nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b. Pengertian dari kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik.
c. Etika merupakan sebagai ilmu tentang baik dan buruk.
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
1.2. Definisi Bisnis
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan adalah Al-Tijarah, Al-Bai’, Tadayantum, dan Isytara. Tetapi yang sering digunakan adalah Al-Tijarah, dimana dalam bahasa Arab, berasal dari kata tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga.
Menurut Ar-Raghib Al-Asfahani dalam Al-Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an, At-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip dari Ar-Raghib, “fulanun tajirun bi kadza”, yang berarti seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam Al-Qur’an dari tijarah pada hakikatnya tidak hanya bersifat material yang bertujuan untuk mencari keuntungan material semata, namun juga bersifat immaterial yang juga mengutamakan pada kualitas.
Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan sesama manusia tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah SWT, bahwa bisnis harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan, kebohongan, hanya demi memperoleh keuntungan.
Dalam hal ini, ada dua definisi tentang pengertian perdagangan, dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu :
a. Menurut Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
b. Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian.
Perdagangan adalah satu bagian muamalat yang berbentuk transaksi antara seorang dengan orang lain. Transaksi perdagangan itu dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang diwujudkan dalam bentuk ijab dan qabul. Perdagangan yang dilaksanakan bertujuan atau dengan motif untuk mencari keuntungan.
1.3. Definisi Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Dari uraian pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Etika Bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun interaksi bisnisnya dengan stakeholders. Etika dengan tindak tanduk etisnya menjadi bagian budaya perusahaan dan sebagai perilaku (behavior) dalam diri karyawan biasa sampai CEO, bahkan pengusaha yang standarnya tidak uniform atau universal, tapi lazimnya harus ada standar minimal. Ketidak universal-an itu mencuatkan berbagai perspesktif suatu bangsa dalam menjiwai, mengoperasikan dan setiap kali menggugat diri.
Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi terhadap dunia bisnis.
Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah SWT. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah SWT.
2. DASAR HUKUM
Berbagai macam dasar hukum untuk penanganan Etika Bisnis, yang diantaranya :
2.1. Al Baqarah : 282
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari rang-orang lelaki (diantaramu). jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil disisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
2.2. An Nisa’ : 29
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
2.3. At Taubah : 24
Yang artinya: Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
2.4. An Nur : 37
Yang artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
2.5. As Shaff : 10
Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?

B. TUJUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
1. Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2. Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3. Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.

C. PANDUAN RASULULLAH DALAM ETIKA BISNIS
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, yang diantaranya :
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam hal ini, Rasulullah bersabda, “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah pun melarang para pedagang meletakkan barang busuk disebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) dan memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Rasulullah SAW bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. (H.R. Bukhari). Rasulullah SAW bersabda, “mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim).
4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad SAW mengatakan, “Allah merahmati sesorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seseorang diantara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak melakukan Ihtikar, yaitu menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam Firman Allah : Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83 : 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.
10. Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda dan sesuai dengan yang dikerjakan.
11. Tidak monopoli. Contoh sederhana adalah penguasaan individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata disaat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras.
13. Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir). Untuk komoditi bisnis diharuskan suci dan halal.
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16. Memberi tenggang waktu apabila penghutang (kreditor) belum mampu membayar. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkan sisa-sisa riba jika kamu beriman” (QS. 2 : 278) dan “Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan” (QS. 2 : 275).

D. ETIKA DALAM PERPEKTIF ISLAM
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan “Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.
Berbagai teori etika dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
1. Teleologi Utilitarian, adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
2. Distributive Justice, adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
3. Deontologi, adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
4. Eternal Law, adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
5. Relativisme, adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
6. Teori Hak, adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.

E. KETENTUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Ketentuan umum dalam Etika Bisnis Perekonomian Islam terdiri dari :
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau dzalim. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.

واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35)

Dalam beraktivitas didunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Firman Allah, “Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sesekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa” (Q.S Al-Maidah : 8).
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas, dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
5. Tanggungjawab (Responsibility)
Manusia mempunyai hak kebebasan, namun harus bertanggung jawab dengan tindakannya secara logis untuk memenuhi keadilan dan kesatuan.

F. TINGKATAN APLIKASI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu;
1. Individual, etika bisnis mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer.
2. Organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya.
3. Sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu.
Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.

 

 

Tinggalkan komentar